BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mutu dari setiap endapan batu
bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang
disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi
lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu
bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis
lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat
sampai kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan
tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami
perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batu
bara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus
berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan
membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan
maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk
antrasit.
Berdasarkan penjelasan di
atas, untuk lebih memahami tentang proses pembentukan batubara, maka kami akan
memaparkannya pada makalah kami, sebagai tugas dari mata pelajaran geografi.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui proses pembentukan batu bara
BAB
II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN BATU BARA
![]() |
Add caption |
Batubara adalah termasuk salah
satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari
karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki
sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai
bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti : C137H97O9NS
untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk
antrasit.
Pembentukan batubara dimulai
sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) –
dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta
sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan
oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai
‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara
muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis
maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu
bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai
kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan
tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan
yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda
menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung
hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk
‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas
organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
2. PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA
Proses
pembentukan batu bara sendiri
sangatlah kompleks dan membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya.
Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama
berjuta-juta tahun dan mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah
pengaruh fisika, kimia, maupun geologi. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam
kategori bahan bakar fosil. Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan
yang terjadi, yakni: 

a. Tahap Diagenetik atau Biokimia,
dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen
utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat
oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
b. Tahap Malihan atau Geokimia,
meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

Secara
lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Pembusukan, yakni
proses dimana tumbuhan mengalami tahap pembusukan (decay) akibat adanya
aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen
dan menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa,
protoplasma, dan pati.
b. Pengendapan, yakni
proses dimana material halus hasil pembusukan terakumulasi dan mengendap
membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya terjadi pada lingkungan berair,
misalnya rawa-rawa.
c. Dekomposisi, yaitu
proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan mengalami perubahan
berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H20) clan sebagian
akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (C02), karbonmonoksida (CO), clan
metana (CH4).
d. Geotektonik, dimana
lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya tektonik dan kemudian pada
fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan patahan. Selain itu gaya
tektonik aktif dapat menimbulkan adanya intrusi/terobosan magma, yang akan
mengubah batubara low grade menjadi high grade. Dengan adanya tektonik setting
tertentu, maka zona batubara yang terbentuk dapat berubah dari lingkungan
berair ke lingkungan darat.
e. Erosi, dimana
lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa pengangkatan
kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada menjadi terkupas pada
permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang dieksploitasi pada saat ini.
3.
JENIS – JENIS BATUBARA
Berdasarkan tingkat proses
pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya
dibagi dalam lima kelas :
- Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86%-98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. Biasanya digunakan untuk proses sintering bijih mineral, proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan untuk pembuatan briket tanpa asap.
- Bituminus mengandung 68-86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia. Dan batubara ini masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.
batubara ketel uap atau batubara termal
atau yang disebut steam coal, banyak digunakan untuk bahan
bakar pembangkit listrik, pembakaran umum seperti pada industri bata atau
genteng, dan industri semen
b.
batubara metalurgi (metallurgical coal atau coking
coal) digunakan untuk keperluan industri besi dan baja serta industri kimia.
- Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
- Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
- Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

4.
MATERI PEMBENTUK BATUBARA
Hampir seluruh pembentuk batubara
berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya
menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
a. Alga, dari Zaman
Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan
batubara dari perioda ini.
- Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
- Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
- Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
- Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
5.
FAKTOR-FAKTOR DALAM PEMBENTUKAN BATUBARA
Faktor-Faktor
dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap bentuk maupun kualitas
dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan
batubara adalah :
a. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang
tumbuh beberapa juta tahun yang lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu
lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim clan topografi tertentu. Jenis dari
flora sendiri amat sangat berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang
terbentuk.
b. Proses dekomposisi, yakni
proses transformasi biokimia dari material dasar pembentuk batubara menjadi
batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang terendapkan akan mengalami
perubahan baik secara fisika maupun kimia.
c. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan
tahun) yang menyatakan berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami
transformasi. Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang
panjang, maka proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan
menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang tinggi.
d. Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses
pembentukan suatu lapisan batubara dari :
e. Tekanan yang dihasilkan oleh proses
geotektonik dan menekan lapisan batubara yang terbentuk.
f. Struktur dari lapisan batubara
tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan, atau patahan.
g. Intrusi magma, yang akan
mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan batubara yang dihasilkan.
6.
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
yakni
lingkungan pada saat proses sedimentasi dari material dasar menjadi material
sedimen. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek
sebagai berikut:
a. Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar diendapkan.
Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada kondisi dan posisi
geotektonik.
b. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan pengendapan material
dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat pengendapan sangat penting
karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk. Topografi
dan morfologi dapat dipengaruhi oleh proses geotektonik.
c. Iklim, yang
merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan batubara karena
dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum proses pengendapan.
Iklim biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.
7.
INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN DARI LITOTIPE DAN
VIIKROLITOTIPE
Tosch (1960)
dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam Murchissen
(1968) berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan erat
dengan lingkungan pengendapannya.
Lingkungan
pengendapan dari masing-masing litotipe adalah sebagi berikut :
a.
Vitrain dan
Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi
perubahan muka air laut.
b.
Fusain, diendapkan
pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu lingkungan air
dangkal yang dekat dengan daratan.
c.
Durain, diendapkan
dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan laut dangkal.
Sedangkan
interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe adalah sebagai
berikut :
a.
Vitrit, berasal
dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan lingkungan rawa
berhutan.
b.
Clarit, berasal
dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan terbentuk pada
lingkungan rawa.
c.
Durit, kaya akan
jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada lingkungan laut
dangkal.
d.
Trimaserit, yang kaya
akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang kaya akan liptinit
terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan inertinit terbentuk
dekat daratan.
8. TEORI BERDASARKAN TEMPAT TERBENTUKNYA
a. Teori
In-situ : Batubara
terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara
tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ
biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan
tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut,
dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan
akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.

b.
Teori Drift : Batubara terbentuk
dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana
batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori
drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara
tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak
pengotor (kandungan abu cenderung tinggi).
9. BATU BARA DI INDONESIA
Di Indonesia, endapan batu
bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di
bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera
dan Kalimantan),
pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai
batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun
yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang
lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari
endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi
kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka
air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah
gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa
air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar
abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai
pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis,
berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada
lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah
pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian
besar Kalimantan.
10. MANFAAT BATUBARA
Sebagai sumber daya dari alam
batubara bisa dimanfaatkan dengan baik oleh para manusia, diantaranya adalah :
1. Pemasok
bahan bakar yang potensial dan dapat dihandalkan untuk rumah tangga dan
industri kecil
2. Sumberdaya
energi yang mampu menyuplai dalam jangka panjang / PLTU.
3. Pengganti
BBM/Kayu Bakar Dalam Industri Kecil dan Rumah Tangga
4. Merupakan
tempat penyerapan tenaga kerja yang cukup berarti baik di pabrik briketnya,
distributor, industri tungku, dan mesin briket dsbnya.
5. Merupakan
bahan bakar yang harganya terjangkau bagi masyarakat pada daerah-daerah
terpencil.
6. Memberikan
sumber pendapatan kepada penyuplai bahan baku briket seperti batubara, tanah
liat, kapur, serbuk biomas, dsbnya.
7. Sebagai
wadah pengalihan teknologi dan keterampilan bagi tenaga kerja Indonesia baik
langsung maupun tidak langsung.
8. Menghasilkan
briket batubara yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah
dan UKM dalam kebutuhan energinya yang akan terus meningkat setiap tahunnya
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan
membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk dari
sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta tahun dan
mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh fisika, kimia,
maupun geologi. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar
fosil. Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan yang terjadi,
yakni:
1. Tahap Diagenetik atau Biokimia,
dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen
utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat
oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
2. Tahap Malihan atau Geokimia,
meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
DAFTAR PUSTAKA
Proses pembentukan batu bara
Reviewed by auliaasyarifah
on
Februari 03, 2014
Rating:
Terimakasiii infonya😁
BalasHapushay trimaksih
BalasHapusTerimaksih sangat bermanfaat
BalasHapus