recent posts

banner image

Representasi Iklan dan Film dalam Cultural Studies

9. Berikan tanggapan terhadap metode aplikasi dan pembahasan Aquarini Priyatna dalam sub-bab           Selebritas Indo = tubuh yang paradox.
Metode aplikasi yang digunakan yaitu dengan memahami kondisi masyarakat Indonesia sekarang, memahami karakter model, dan memahami tujuan iklan sehingga data hasil metode yang digunakan dapat ditarik kesimpulannya.
Dalam penggambaran yang menekankan femininitas yang putih, cantik, modern, dan kebarat-baratan. Gambar sampul yang menggunakan foto perempuan yang cantik, kulitnya putih, dan glamor untuk merepresentasi kesempurnaan fisik yang bergantung pada perasaan pribadi pembaca, terurama penampilan fisik yang ditampilkan sedemikian rupa sehingga gambar sampul yang menjadi model yang diinginkan wanita Indonesia yang dibayangkannya. Hal ini sudah menjadi streotipe bahwa cantik itu putih, cantik itu kebarat-baratan, modern itu berpakaian yang glamor, sehingga tersimpan dalam benak masyarakat bahwa seperti itulah wanita seharusnya. Dengan menampilkan model dengan fisik yang sempurna dibayangkan oleh masyarakat, maka para produsen majalah, sabun iklan menampilkan model yang cantik nan putih untuk mempengaruhi masyarakat bahwa produk itu akan membuat mereka terlihat sama cantiknya dengan model tersebut.
Simbolisasi produk dalam iklan merupakan sebuah bentuk penyampaian kembali budaya dan nilai-nilai yang ada dan realitanya citra dalam iklan sabun dan penyampaian dalam iklan produk-produk tersebut mengindikasikan bahwa hanya mereka yang berkulit putihlah yang cantik dengan kebanyakan menggunakan representasi selebriti wanita indonesia. Ini tidak menyampaikan kembali budaya dan nilai-nilai yang ada dan diyakini oleh masyarakat dimana iklan tersebut berada. Dalam iklan ini terdapat ketimpangan sosial dimana Indonesia sendiri dilihat dari ras yang memiliki kulit tidak hitam dan tidak putih atau sawo matang, sehingga memberikan frame pada masyarakat bahwa citra wanita cantik  Indonesia adalah mereka yang memiliki kulit putih dan mulus.

10. Uraikan dan analisis permasalahan sosial atau budaya atau kehidupan sehari-hari yang dapat                anda temui dalam tulisan (Stuart Hall and Cultural Studies : Decoding Cultural Oppression.
Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktik penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang  ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam ‘bahasa’ yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.
Representasi berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu secara bermakna, atau mempresentasikan pada orang lain. Representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita, dan sebagainya yang ‘mewakili’ ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari realitas (Hartley,2010:265)
Representasi bekerja melalui sistem representasi. Sistem representasi ini terdiri dari dua komponen penting, yakni konsep dalam pikiran dan bahasa. Kedua komponen ini saling berelasi. Konsep dari suatu hal yang kita miliki dalam pikiran kita, membuat kita mengetahui makna dari hal tersebut. Namun, makna tidak akan dapat dikomunikasikan tanpa bahasa.
Film merupakan salah satu alat representasi budaya yang sangat berpengaruh dalam penyampaian budaya. Mengapa film termasuk ke dalam alat representasi budaya sehari-hari? Karakteristik film sebagai media massa juga mampu membentuk semacam konsensus publik secara visual (visual public consensus), karena film selalu bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera publik. Dengan kata lain, film merangkum pluralitas nilai yang ada di dalam masyarakat. (Irawanto, 1999:14)
Film mampu menangkap gejala-gejala dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang kemudian disajikan kembali kepada masyarakat untuk mendapat apresiasi. Sebagai salah satu media komunikasi, film mengandung berbagai pesan yang ingin disampaikan oleh penciptanya. Pesan-pesan tersebut dibangun dari berbagai macam tanda yang terdapat dalam film. Kemudian pesan-pesan tersebut disampaikan melalui bahasa sehingga penikmat film dapat memahami maksud dari film tersebut. Melalui film sebenarnya kita banyak belajar tentang budaya. Baik itu budaya masyarakat di mana kita hidup di dalamnya, atau bahkan budaya yang sama sekali asing buat kita. Dan kita menjadi mengetahui bahwa budaya masyarakat ini begini dan budaya masyarakat itu begitu, terutama melalui film. Oleh karena itu, Film dapat pula mempengaruhi budaya dan dapat juga dijadikan representasi.
Dalam kasus film sebagai representasi budaya, film tidak hanya mengkonstruksikan nilai-nilai budaya tertentu di dalam dirinya sendiri tapi juga tentang bagaimana nilai-nilai tadi diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film tersebut. Jadi ada semacam proses pertukaran kode-kode kebudayaan dalam tindakan menonton film sebagai representasi budaya.
Junaidi,dalam artikelnya Film Mandarin dan Identitas Budaya Indonesia, mendiskusikan perspektif Cultural Studies yang melihat fenomena film Mandarin dalam kaitannya dengan pembentukan identitas bangsa Indonesia. Di sini Junaidi percaya bahwa film sebagaimana halnya produk budaya lain, memegang peran yang penting dalam merepresentasikan siapa itu orang Indonesia. Dalam risetnya tersebut Junaidi menceritakan sejumlah temuannya, misalkan bahwa representasi orang China di beberapa film masih bersifat negatif dan simplisistis. Masyarakat China dilihat sebagai masyarakat yang homogen dan tak berubah, kompleksitas identitas masyarakat China dan interaksi mereka dengan etnis lain seringkali terabaikan. Sikap masa bodoh, praduga, dan stereotipe negatif akhirnya terakumulasi.  Padahal jika mau jujur, belum tentu masyarakat China pada realitas kesehariannya itu sebagaimana yang ada di dalam film atau sinetron kita, oleh karena itu dapat dipahami dipahami bahwa apa yang disajikan oleh film tadi belum tentu sesuai dengan realitas yang aslinya.


Sumber :
PrabasmoroAquarini Priyatna . 2003. Becoming White: Representasi Ras, Kelas, Femininitas dan Globalitas dalam Iklan Sabun. Jalasutra
Katartika, Elza. Bahasa sebagai Representasi Budaya. Diakses pada tanggal 25 Mei 2017, dari : http://elzakatartika.blogspot.co.id/2015/12/bahasa-sebagai-representasi-budaya.html
Another Representasi Budaya. Diakses pada tanggal 25 Mei 2017, dari : https://sosiologibudaya.wordpress.com/2012/03/17/another-representasi-budaya/

Representasi Iklan dan Film dalam Cultural Studies Representasi Iklan dan Film dalam Cultural Studies Reviewed by auliaasyarifah on Mei 27, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.